“ Ra, lo keluar ga pamit lagi ya ama papa lo!” tanya Sasha mengagetkanku. “ untung aja Doni udah bilang ke gue kalo’ kalian mo pergi.”
“ iya maaf. Tapi kan uadah sering Sha. Masa’ lo ga ngerti ngerti sih?” kataku cuek. Kemudian aku berlalu meninggalkan Sasha yang masih terlihat kesal.
“ iya, tapi lo kan bisa bilang ke gue. Sapa tau lo ilang. Jadi gue bisa cariin elo kan” sembur Sasha sambil berjalan di belakangku.
“ iya maaf deh maaf. Gue udah coba SMS lo kemaren. Tapi hp lo mati. Ya udah salah siapa? SMSnya malah baru terkirim subuh tadi”
“ he. . . iya gue kemaren matiin hp gue. Coz gue lagi marahan ama steven. Gue ga mau di hubungi ama dia.” Sasha tampak malu. Wajahnya bersemu merah.
“ ya udah deh kalo’ gitu.” Begitu kami sampai di gerbang sekolah, aku langsung mencari sosok Doni, cowokku, yang akan menjemputku siang ini.
“ ya udah deh gue pulang dulu ya. Tuh gue udah di jemput ama Steven.” Sasha berjalan menghampiri Steven.
Lo bukannya Sasha tadi bilang dia lagi marahan sama si Steven itu? Kok udah baikan? Mank kapan baikannya? Dasar Sasha. Tapi Doni kok belom dateng ya? Mana sih nih anak? Yang laen udah pada pulang juga. Sendiri deh.
Tiga puluh menit setelah Sasha meninggalkan aku sendiri di gerbang sekolah. Doni belum muncul juga. Padahal sekolah Doni sudah jelas bubar hampir satu jam yang lalu.
Aku menoleh ke sana ke mari. Namun aku tidak melihat adanya tanda tanda keberadaan Doni. Apa aku pulang saja? Tapi untuk naik angkot aku sudah tidak punya uang lagi. Tadi dipinjam Sasha. Apa aku telefon saja ya?
“ tuuuuut. . . . tuuuuut . . . “ tak ada yang mengangkat. Aku kesal sekali. Di mana sih Doni. Lama sekali telefonku tidak di angkat. Sampai kurang lebih sepuluh menit aku mencoba menelefon Doni akhirnya dia mengangkat telefonku juga.
“ Halo Yang. Ada apa?” tanya Doni di seberang telefon. Backsound di sana terdengar ramai.
“ kamu lupa sesuatu ya?” tanyaku memancing ingatannya. Aku ingin Doni yang ingat akan janjinya hari ini. “ kamu lagi di mana? Ngapain ?”
“ aku lagi maen nih Yang. Mank kenapa?” Doni menjawab sambil tertawa renyah. Aku tau dia pasti sedang bercanda dengan teman temannya yang sekarang ada bersamanya. “ janji apa sih Sayangku?” tanya Doni.
“ ih gimana siih kamu. Kok lupa gimana? Katanya kamu mau jemput aku siang ini. Aku udah dari tadi nungguin kamu nih.” Kataku ketus. Aku sudah mulai marah. Bagai mana bisa dia lupa akan janjinya.
“ ha? Oh iya iya aku lupa. Aku segera berangkat Sayang. Tunggu ya.” Kata Doni. Langsung saja telefonku di putus olehnya.
Tak lama setelah dia menutup telefon, Doni sudah ada di depanku. Dia tersenyum sambil membawa bungkusan kecil. Aku mengengos kesal. Dasar Doni ini. Apa aku tak berharga bagi dia? Sampai janji menjemputku dia lupa?
Doni menghampiriku dan menyodorkan sekotak cokelat dengan tulisan maaf di atasnya. Memangnya aku ini apa? Anak kecil? Masa’ sebungkus cokelat sudah membuatku lunak? Ga bisa! Aku masih marah. Aku mau Doni meminta maaf dan memintaku pulang dengan dramatis.
“ Sayang ngambek ya?” tanya Doni dengan tampang tak bersalah. Senyum yang menghiasi bibirnya tidak pudar walau aku menyambutnya dengan wajah di tekuk. “ jangan marah dung Yang. Nanti cepat tua lo. Ayo sini kita pulang.”
Tidak ada tiga menit aku sudah ada di belakang Doni. Aku heran mengapa aku mudah saja menerima tawarannyapulang. Padahal aku sungguh ingin Doni minta maaf dan memintaku pulang dengan sikap yang romantis dan dramatis. Namun saat Doni mengajakku pulang, aku langsung saja mau. Kenapa ya?
“ Sayang nih udah sampe’. Mau boncengan sampe kapan?” Doni membuyarkan lamunanku. Aku kaget. Ternyata sudah sampai di depan rumahku. Perkataan Doni tadi membuatku sangat malu.
“ oh.. . . iya . maaf . terima kasih.” Kataku bingung. Aku yakin wajahku sekarang telah memerah. Kuharap Doni tak mengetahui kalau aku gugup dibuatnya.
Namun terlambat Doni telah melihat wajahku yang memerah. Senyum kembali terkembang di bibirnya. Manis sekali. Lebih manis daripada permen yang sekarang berada di mulutku. Senyumnya membuat hatiku leleh. Doni sangat tampan.
“ Sayang, ayo masuk. Nanti papa kamu nunggu lo. Entar aku di marahin lagi kaya’ minggu kemarin.”
“ eh iya. Maaf. Terima kasih. Eh oh. Aku masuk dulu ya.” Aku semakin gugup.
“ iya sayang. Nanti malem keluar ya. Kita nonton. Aku dapet tiket gratis dari saudaraku nih. Kamu tunggu di Cinema ya.”
Aku mengangguk senang. Setelah memastikan jawabanku, Doni pun berlalu. Aku memandang punggung Doni yang menghilang di balik tikungan. Aku beranjak masuk ke dalam rumah. Aku segera naik ke kamarku. Aku capek menunggu. Aku mengantuk.
Ku rebahkan tubuhku diatas kasur empuk milikku. Suara Mama yang menyuruhku makan Cuma ku tolak pendek. Aku memang tidak lapar. Aku ingin tidur. Aku kesal tapi aku senang pada Doni secara bersamaan. Dia memang pintar sekali mengambil hatiku.
Begitu aku banggun, aku memndang jam yang ada pada layar hpku. Aku tersentak kaget. Pasalnya. Jam telah menunjukkan pukul enam. Satu jam lagi filmnya di mulai dan dasti Doni telah menungguku di sana.
Aku bergegas mandi dan bersiap siap. Namun aku tidak menemukan baju yang ingin aku pakai malam ini. Sungguh sial aku hari ini. Aku sangat bingung. Akhirnya aku memutuskan untuk memakai jeans, longg sirt, dan vest krem andalanku. Namun pakaian ini kan sudah aku pakai dua hari yang lalu buat kencan dengan Doni.
Setelah aku mengaduk aduk isi lemari, akhirnya aku menemukan tanktop putih densn kemben ungu yang sudah lama terlupakan. Aku berdiri di depan cermin. Pantulan diriku terlihat sempurna. Namun entah mengapa tersa ada yang aneh sekali di dadaku.
“ ma Aira keluar dulu ya. Aira mau nonton sama Doni.” Aku mencium tangan mama dan mencium pipi mama. Aku bergegas keluar rumah dan meminta kakakku mengantarku ke Cinema.
Sesampainya di Cinema, film sudah mulai kira kira sepuluh menit. Aku mencari sosok Doni. Nemun sosok itu tak terlihat di manapun. Aku beranjak menuju ke dalam. Ternyata Doni sudah menungguku di sana. Aku menghampiri Doni. Wajahnya agak pucat.
Ku pegang tangan Doni sebagai tandaku meminta maaf karena kau telat padanya. Padahal kalau dia sedikit terlambat, aku terbiasa marah padanya. Tangan Doni juga dingin. Doni tersenyum lagi.
“ Sayang dingin nih. Makanya aku kedinginan banget. Tanganku dingin juga ya?” tanya Doni lirih.
“ iya nih padahal kan ga terlalu dingin. Kenapa? Kamu sakit ya?” tanyaku asal.
“ iya nih. Aku sedikit ga’ enak badan.” Jawab Doni. Jawaban yang sungguh tidahk aku harapkan. “ tapi aku kan udah janji ama Sayangku.”
Doni tersenyum. Dia mengajakku masuk. Namun sebelumnya dia membeli pop corn dan soda untuk dibawa masuk. Aku mengikuti Doni duduk.
Selam film diputar, aku tak melepas pandanganku pada Doni. Malam ini dia terasa beda sekali. Semakin tampan saja. Aku bangga bisa jadian dengan Doni. Karena banyak sekali cewek yang mengantri untuk menjadi cewek Doni. Bahkan ada yang mau diduakan. Namun Doni tak menghiraukan mereka dan malah menginginkanku untuk menjadi ceweknya.
Aku pulang dengan wajah berseri seri. Doni memberiku kotak besar. Isinya adalah novel dan capuchone biru yang aku suka.
“ kamu tidak makan dulu Ra?” tanya mama saat aku melewati kamar mama.
“ enggak Ma. Tadi Aira udah maem ama Doni kok.” Kataku riang.
Aku segera meninggalkan Mama. Aku membanting tubuhku ke atas ranjang. Aku mengamati capuchone yang Doni berikan untukku. Malam itu aku tidur menggunakan capuchone itu.
Esoknya, Sasha menyambutku dengan berita berita yang menurutnya sangat penting seperti pentingnya serbuan tentara Amerika ke Irak. Bahkan sebelum aku benar benar meletakkan tasku.
“ Ra, lo kok ga sedih sih?” tanya Sasha sambil menghapus air mata yang membasahi kedua pipinya yang bersemu merah itu.
“ sedih kenapa?” tanyaku cuek. Aku malah menggoda Sasha dengan meledeknya. “ apa? Ga dikasih makan lo tadi? Kok nangis sih”
“ Ra, lo gimana sih. Cowok lo pergi lo tenang tenang aja. Malah ledekin gue” Bentak Sasha. Dia benar benar marah.
Aku kaget. Doni pergi ke mana? “maksud lo apa? Gue ga ngerti de?” kataku culun. Tiba tiba saja hatiku sangat cemas dengan Doni. Tanpa aku sadari air mataku ikut menetes.
“ Ra jadi elo belom tau ya?”
“ tau apa Sha Doni kenapa? Dia pergi ke mana? Gue ga pernah dikasih tau tuh.” Aku menatap Sasha. Menunggu jawaban darinya
Lama aku menatap Sasha. Namun tak kunjung ada jawaban darinya. Bergegas aku menelefon Doni. Namun ponselnya mati. Aku kembali menatap Sasha. “ Sha, Doni kemana?”
“ Ra.” Sasha semakin histeris.
Tiba tiba Reebeca berjalan menghampiriku. Matanya sembab, terlihat maskaranya luntur. “ Ra, yang tabah ya.” Katanya. Setelah itu Rebeca berlalu. Tak ada penjelasan dari peilaku mereka.
Aku kembali menatap Sasha. Hening.
“ . . . . . “
“ Ra. . .” akhirnya sepatah kata muncul dari bibirnya. “ Doni. . . Doni. . . Doni meninggal Ra.” Kata Sasha lirih. Suaranya hampir tak terdengar olehku.
“ elo ga bercanda kan?” aku tertawa
“ Ra, beneran Doni kecelakaan kemaren Ra.” Sasha tak sanggup menahan tangisnya. Pipinya kini telah basah oleh air mata.
“ Elo ga bercanda kan Sha?” tiba tiba air mataku menetes. Aku tak percaya dengan apa yang aku dengar. “ kapan Sha? Kemaren malem dia masih baek baek aja. Gue . . gue . . gue baru nonton ama dia kemaren malem. Dia sehat.”
“ gue ga bercanda Ra. Gue mana berani bercandain ginian. Eh nonton?” tanya Sasha kaget.
“ iya kemaren malem gue nonton ama dia. Gue. . . gue. . .” aku tak bisa meneruskan kalimatku.
“ lo?! Nonton!? Malem!? Ama Doni?! Ra lo bercanda.. doni kecelakaan kemaren siang. Ga mungkin lo nonton ama dia. Lo. . . “ Sasha tampak sedih memandangku
Aku sungguh kaget. Bagai mana mungkin. Doni kemarin malam masih bersamaku. Masih tertawa denganku. Makan malam denganku. Menikmati malam berdua saja dengannya. Mana mungkin dia meninggal siang kemaren?
Tiba tiba ada SMS masuk. Aku seger a mencari ponselku. Sebuah pesan. Dari Doni. Aku menatap Sasha. Tanganku bergetar hebat. Ponselku hampir saja terjatuh. Namun Sasha segera meraih poselku dan membacanya.
Sayang, aku ga bo’ong kan ama kamu. Aku tepati janjiku ama kamu. Kita nonton. Dan aku ga’ terlambat lagi. Sayangku, kamu sukakan sama capuchone itu? Kemaren siang aku membelikannya untukmu.
Tapi sayangku, kita enggak bisa ketemu lagi. Kita ga’ bisa keluarlagi. Maaf ya, aku ga’ bisa jagain kamu.
Semoga kamu bahagia.
Lupht u.
Pengirim : Doonie cintaQ.
+628. . . . . . . . . . . . . . .
At 07.00
SMS ini baru di kirim. Tapi doni kan udah. . . . tiba taiba mata ku gelap. Aku tak mengerti apa yang selanjutnya terjadi.
DONI
Rabu, 05 Desember 2007
yang telah menjamah pena Unknown saat waktu menunjukkan pukul 16.00
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 penjamah dan penanti posting:
Posting Komentar